Partai Konservatif AS & Selandia Baru Sudah Gunakan AI untuk Kampanye Negatif

by | May 24, 2023

Kecerdasan Buatan | Politik | Teknologi

FOMOMEDIA – Kekhawatiran CEO OpenAI, Sam Altman, bahwa kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) bisa merusak integritas pemilu mulai terbukti di AS dan Selandia Baru.

Setidaknya sudah ada dua contoh kasus di mana AI digunakan untuk membuat video kampanye negatif. Yakni, di Amerika Serikat (AS) dan Selandia Baru. Menariknya, dua partai yang menggunakan AI untuk kampanye negatif itu memiliki haluan politik yang tak berbeda jauh: Partai Republik di AS dan Partai Nasional di Selandia Baru.

Baik Partai Republik maupun Partai Nasional sama-sama berideologi konservatif dan saat ini bukan berstatus partai penguasa. AS saat ini masih dipimpin Joe Biden yang berasal dari Partai Demokrat, sementara Selandia Baru dipimpin Chris Hipkins dari Partai Buruh.

Kampanye negatif Partai Nasional Selandia Baru menggunakan AI. (Foto: Instagram @nznationalparty)

Kendati demikian, pergeseran tampuk kepemimpinan bisa saja segera terjadi karena, tak lama lagi, pemilihan umum (pemilu) bakal dihelat di kedua negara tersebut. Pemilu Selandia Baru akan dilangsungkan Oktober mendatang, sedangkan pemilu AS bakal digelar tahun depan.

Video kampanye AI yang dibuat Partai Republik di AS menyebutkan bahwa Biden merupakan “presiden terlemah yang pernah dimiliki AS” dan, apabila dia terpilih kembali, “ketegangan internasional akan meningkat”, “sistem keuangan akan runtuh”, “garis batas negara bakal hilang”, dan “kriminalitas akan semakin parah”. Pendek kata, video itu dibuat untuk menakut-nakuti konstituen.

Menariknya lagi, tone yang digunakan Partai Nasional di Selandia Baru tak jauh berbeda. Dalam sebuah grafik yang diunggah di Instagram, Partai Nasional menyebut bahwa “Selandia Baru tidak aman di bawah Partai Buruh”. Meski begitu, ada pula janji manis yang mereka sampaikan ketika bicara soal layanan kesehatan.

Mulanya, pemimpin Partai Nasional, Christopher Luxon, membantah pihaknya telah menggunakan AI untuk kampanye negatif. Akan tetapi, seorang juru bicara partai belakangan membenarkan hal tersebut. “Ya, kami menggunakan AI untuk menciptakan sejumlah gambar,” katanya, dikutip dari The Guardian.

Apa yang terjadi di AS dan Selandia Baru ini semakin meningkatkan kekhawatiran akan bahaya yang ditimbulkan AI terhadap integritas pemilu. Apalagi, masih banyak negara yang belum memiliki undang-undang untuk membatasi dan meregulasi penggunaan AI, termasuk Selandia Baru sendiri.

Sementara itu, di AS, menyusul audiensi Altman dengan Kongres, suara untuk menciptakan undang-undang AI semakin lantang terdengar. Altman sendiri mendesak pemerintah negaranya untuk segera menciptakan regulasi bagi AI yang, menurutnya, semakin lama bisa semakin tak terbendung, bahkan sampai mereplikasi diri.

Sejauh ini, baru China yang sudah benar-benar memiliki undang-undang untuk meregulasi AI. Uni Eropa bakal segera menyusul setelah draf RUU selesai dibuat Mei ini.

Penulis: Yoga

BAGIKAN :

ARTIKEL LAINNYA

KOMENTAR

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments