Revisi UU ITE: Masih Banyak Pasal Karet dan Minim Partisipasi Publik

by | Dec 6, 2023

Hukum | Politik | UU ITE

FOMOMEDIA – Menkominfo menyebut revisi UU ITE untuk cegah tindakan barbar di dunia digital. Kriminalisasi bakal meningkat?

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyebut revisi kedua Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). bisa membuat masyarakat tidak barbar di dunia digital.

“[Isu-isu ruang digital akan] beres dong. Supaya orang bertanggung jawab dengan apa yang dilakukannya. Kita kan pengin ruang digital kita lebih adem, lebih bijaksana. Jangan di dunia nyata kita oke, masa dunia digital kita jadi barbarian,” kata Budi, dikutip dari CNN Indonesia.

Budi menyebut kegiatan barbar di ruang digital harus dihentikan. Salah satunya adalah dengan melakukan revisi kedua UU ITE. Pasalnya, dalam UU tersebut, aturan yang baru dianggap tidak lagi multitafsir.

Dalam revisi UU ITE terbaru, kata Budi, terdapat beberapa pasal yang mengatur tentang tindakan kriminal. Selain itu, ada juga pasal yang mengatur pengakuan atas kontrak elektronik dan perlindungan anak di ranah digital.

Selain itu, Panja, Tim Perumus, dan Tim Sinkronisasi di DPR telah menyepakati bahwa, dalam revisi UU ITE, terdapat perubahan 14 pasal existing dan penambahan lima pasal. Beberapa poin pokok perubahan meliputi alat bukti elektronik, sertifikasi elektronik, transaksi elektronik, segel elektronik dan autentikasi situs web serta identitas digital.

Revisi kedua yang diketok oleh DPR pada Rabu (22/11/2023) lalu itu dianggap sebagai upaya memastikan harmonisasi antara ketentuan pidana/sanksi di dalam UU ITE dengan KUHP nasional. Budi pun mengatakan bahwa perubahan UU ITE menunjukkan dinamika di masyarakat yang menginginkan perubahan.

Pasal Karet dan Perlindungan Anak

Dalam revisi kedua UU ITE tersebut terdapat pengecualian pada pasal karet dan perlindungan anak di ruang digital. Salah satunya pasal 27 yang mengatur tentang distribusi atau produksi informasi atau dokumen di ruang digital.

“Kalau sebelumnya ‘kan tidak diatur, ya, pengecualian, orang dilarang menghina mencemarkan nama baik, menurunkan martabat orang, tapi ini ada pasal pengecualian itu boleh,” kata Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo Usman Kansong, dikutip dari CNN Indonesia.

“Kalau untuk kepentingan publik itu boleh, kalau untuk kepentingan pembelaan diri dan bisa menunjukkan, maka itu tidak akan terkena undang-undang ITE ini. Itu di pasal 27 diatur,” lanjutnya.

Dengan adanya revisi kedua tersebut, kata Usman, setidaknya mengurangi risiko perbedaan penafsiran. Selain pasal 27 tersebut, Usman juga menyebut adanya penambahan aturan terkait perlindungan anak di ruang digital. Terkait aturan itu, sebelumnya tidak dimuat dalam UU ITE.

Tidak Melibatkan Partisipasi Publik

Revisi kedua UU ITE akhirnya secara resmi disahkan oleh DPR pada Selasa (5/12/2023) kemarin. Namun, dalam pengesahan itu, sayangnya dianggap tidak melibatkan partisipasi publik.

Menurut Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), UU ITE yang baru saja disahkan itu dilakukan sangat tertutup. Selain itu, beberapa pasal karet pun dianggap tidak ikut dihapus.

UU ITE yang baru saja disahkan kemarin. Selain banyak pasal karet, eh, pembahasan sebelumnya juga sangat tertutup dan minim partisipasi publik,” tulis YLBHI melalui akun X.

Pantes aja kan ya masih banyak pasal pembunuh demokrasi yang ngga berubah, bahkan beberapa semakin parah,” lanjutnya.

Penulis: Sunardi

Editor: Yoga

Ilustrator: Vito

BAGIKAN :

ARTIKEL LAINNYA

KOMENTAR

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

[…] Revisi UU ITE: Masih Banyak Pasal Karet dan Minim Partisipasi Publik […]