FOMOMEDIA – Killers of the Flower Moon adalah sebuah pengingat bahwa manusia bisa menjadi sangat menjijikkan di hadapan iming-iming uang dan harta.
Wajahnya kusut, pakaiannya lusuh, dan pikirannya kalut. Di kursi kereta itu, seorang veteran perang duduk termenung sambil sesekali menyesap wiski dari botol kecil. Namanya Ernest Burkhart dan dia tak memiliki apa pun untuk dibanggakan.
Meski baru saja pulang dari peperangan, Ernest tak punya banyak cerita. Dia nyaris tak pernah terlibat baku tembak karena, di Eropa sana, dia bertugas sebagai juru masak. Ini sebetulnya bukan hal memalukan. Namun, di mata Ernest yang picik, memastikan perut para serdadu tetap terisi bukanlah pekerjaan terhormat.
Kereta tadi membawa Burkhart ke pedalaman Oklahoma, tempat pamannya yang kaya raya, William King Hale, menjalankan bisnis peternakan besar. Lahan peternakan itu dibangun di atas tanah adat milik masyarakat Osage yang disebut “punya pendapatan per kapita terbesar di dunia“.
Orang-orang Osage memang membiarkan tanahnya digunakan oleh orang-orang kulit putih karena mereka tidak membutuhkan itu. Yang mereka butuhkan tidak ada di permukaan, melainkan terkandung di bawah tanah. Tuhan, yang mereka sebut dengan nama Wakonda, telah memberkati orang-orang Osage dengan emas hitam alias minyak bumi.
Kombinasi Mematikan
Ernest datang ke tanah milik orang-orang Osage itu tanpa memiliki apa pun, termasuk kecerdasan. Yang dia tahu cuma satu: Dia menyukai uang dan rela melakukan apa saja untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya. Maka, ketika dia memiliki sedikit uang, yang dia lakukan untuk mendapatkan uang lebih banyak bukanlah memulai usaha kecil, melainkan mempertaruhkan uang itu di meja judi. Bodoh, lagi serakah. Itulah Ernest.
Sementara itu, King Hale adalah kebalikan dari Ernest. Dia cerdas, karismatik, dan orang-orang melihatnya sebagai juru selamat berkulit putih. Meski begitu, seperti halnya Ernest, King Hale pun begitu mencintai uang. Dia juga tak segan melakukan apa saja demi mempertebal kocek dan menggemukkan pundi-pundinya.
Bersama, Ernest dan King Hale jadi kombinasi mematikan. Obsesi akan uang, dipadukan dengan kecerdasan King Hale dan kenekatan Ernest, membuat tanah adat Osage berubah menjadi neraka dunia.
Kisah Nyata yang Nyaris Terlupakan
Selama 206 menit, Martin Scorsese menjelaskan bagaimana Ernest (Leonardo DiCaprio) dan King Hale (Robert De Niro) menghancurkan surga masyarakat adat Osage. Bermula dari bagaimana Wakonda menjawab doa pemujanya lewat kucuran minyak hingga akhirnya Ernest dan King Hale membusuk di sel penjara.
Film berjudul Killers of the Flower Moon itu diadaptasi dari kisah nyata yang didokumentasikan jurnalis David Grann dalam buku berjudul Killers of the Flower Moon: The Osage Murders and the Birth of the FBI. Semua karakter dalam film tersebut betul-betul pernah hidup di bumi ini kira-kira seratus tahun yang lalu.
Orang-orang Osage pada masa itu memang dikaruniai kekayaan melimpah berkat minyak bumi yang menyembur dari bawah tanah adat mereka. Akan tetapi, tidak semua dari mereka bisa mengakses kekayaan yang mereka miliki karena kebijakan rasialis pemerintah federal Amerika Serikat.
Dalam kebijakan itu, entah bagaimana, ditentukan bahwa ada sebagian orang Osage yang dianggap mampu mengelola kekayaan, sementara sebagian lainnya memerlukan izin untuk mengakses harta mereka. Salah satu orang yang dianggap tidak mampu mengelola hartanya ini adalah Mollie Kyle (Lily Gladstone), seorang perempuan muda yang ibunya sakit-sakitan.
Mollie memiliki tiga saudara kandung yang kesemuanya perempuan: Anna Brown, Rita, dan Minnie. Sementara itu, ibunya bernama Lizzie Q.
Cap “tidak mampu mengelola kekayaan” itu memaksa Mollie dan Minnie untuk menikah dengan pria kulit putih. Minnie menikah dengan seorang pria bernama Bill Smith. Minnie kemudian meninggal dunia karena sakit dan, setelah itu, Bill Smith menikah dengan Rita. Sementara itu, Mollie jatuh cinta lalu menikah dengan Ernest.
Lizzie, sang ibu, tidak menyukai apa yang dia saksikan. Dia membenci kekayaan alam yang didapatkan bangsa Osage karena itu semua justru membuat mereka jadi target manusia-manusia jahanam. Tak heran jika Anna Brown, satu-satunya putri Lizzie yang menolak untuk menikah, justru jadi anak kesayangan.
Kesempatan dalam Kesempitan
Perlu diketahui bahwa pada masa itu angka harapan hidup masyarakat Osage sangatlah rendah. Bukan karena mereka tidak mampu membeli makanan. Justru sebaliknya. Mereka rentan sakit karena terlalu banyak mengonsumsi “makanan orang kulit putih”.
Diabetes jadi momok paling mengerikan masyarakat Osage kala itu. Penyakit tersebut membuat tak banyak dari mereka yang bisa hidup melewati usia 50 tahun. Mollie sendiri diketahui mengidap diabetes. Namun, dia bisa bertahan hidup dengan bantuan paman mertuanya, King Hale, yang menyuplai insulin untuknya.
Meski begitu, suplai insulin itu justru menjadi celah bagi King Hale dan Ernest untuk diam-diam mencuri kekayaan Mollie dan keluarganya. Insulin itu dicampur dengan cairan entah apa yang membuat Mollie merasa lemas dan selalu mengalami halusinasi. Bahkan, di satu kesempatan, Mollie sempat ingin mengakhiri hidupnya.
Diabetes itu membuat kematian jadi begitu lazim di sana. Namun, diabetes bukanlah satu-satunya pembunuh yang berkeliaran di tanah Osage. Pembunuh berwujud manusia pun ikut meneror masyarakat adat di sana. Salah satu korbannya adalah Anna Brown yang ditemukan dengan kondisi tak lagi memiliki wajah setelah ditembak di kepala.
Rangkaian pembunuhan itu membuat dewan adat Osage sampai harus mengirimkan utusan ke Washington, D.C. untuk mengontak otoritas federal. Namun, utusan itu gagal menunaikan tugasnya karena King Hale berhasil mencegahnya membuat laporan.
Seorang detektif swasta juga disewa untuk menyelidiki pembunuhan-pembunuhan itu. Akan tetapi, sang detektif justru ikut-ikutan dibunuh. Kemudian, Bill Smith (bersama Rita) yang mulai mencurigai Ernest dan King Hale juga kehilangan nyawanya.
Cikal Bakal FBI
Angin peruntungan baru berubah ketika seorang penyelidik federal datang dari Washington, D.C. Kedatangan agen federal ini terjadi setelah Mollie, dalam kondisi sakit, memberanikan diri berangkat ke ibu kota untuk mengadu langsung kepada Presiden Calvin Coolidge dalam sebuah seremoni.
Coolidge lalu memerintahkan J. Edgar Hoover untuk mengirim personel ke tanah Osage. Hingga akhirnya, tibalah Thomas Bruce White Sr. (Jesse Plemons) ke teras rumah Ernest dan Mollie. Kedatangan White ke Oklahoma itu bagaikan deus ex machina (perabot tuhan) yang menyetir plot cerita ke arah konklusi.
Pelan tapi pasti, White bersama beberapa agen federal lain yang menyamar berhasil mengungkap keculasan King Hale, Ernest, dan sejumlah anggota komplotan lainnya. Pada akhirnya, mereka semua tak lagi punya ruang untuk mengelak dan harus meringkuk di sel tahanan.
Ernest sebetulnya sempat merasakan penyesalan mendalam atas perannya dalam melakukan berbagai pembunuhan. Namun, semua sudah terlambat.
Rakusnya Orang Kulit Putih
Jika kita tidak mengetahui asal muasal cerita Flowers of the Killer Moon, sangatlah mudah untuk menduga bahwa ide film berasal dari kepala Scorsese. Tanpa riset lebih jauh, saya betul-betul mengira bahwa Flowers of the Killer Moon adalah upaya Scorsese untuk menciptakan “Wakanda”-nya sendiri.
Namun, setelah mengetahui bahwa kisah yang diangkat Scorsese itu adalah kisah nyata, saya jadi lebih tidak percaya lagi. Sulit untuk memeram amarah ketika melihat manusia-manusia kulit putih, yang suka menyebut para liyan dengan sebutan “barbar”, justru menunjukkan bahwa merekalah yang barbar dan tidak beradab.
Keserakahan adalah candu. Sampai seseorang terdesak ke tempat di mana dia tak lagi punya ruang untuk mengelak, rasanya dia takkan pernah berhenti menuruti keserakahannya. Ernest dan King Hale sedikit banyak mengingatkan saya pada sebuah komentar konyol di Instagram. “Bule kalo ga tolol ya njajah,” begitu tulis seorang pengguna Instagram untuk mengomentari video seorang turis kulit putih mengendarai motor ugal-ugalan di Bali.
Ernest adalah orang tolol, sementara King Hale adalah penjajah dalam arti yang sebenarnya. Dia tinggal di tanah orang, mengeruk kekayaan orang, sampai akhirnya membunuh pemilik tanah itu demi meraih kekuasaan absolut. Ernest, dengan kebodohan dan keserakahannya, pun jadi pion yang sempurna bagi kelicikan King Hale.
Opresi Struktural
Apa yang dilakukan Ernest dan King Hale itu, tentu saja, tidak akan terjadi tanpa kebijakan rasialis pemerintah federal yang, lagi-lagi, dikuasai orang kulit putih. Dengan kata lain, tragedi Osage di Oklahoma pada dekade 1920-an itu adalah opresi struktural berlapis. Kebijakan negara yang rasialis dimanfaatkan oleh seorang borjuis kecil dengan memanfaatkan kemenakannya yang bodoh dan rakus.
Dalam Killers of the Flower Moon, ditunjukkan juga bahwa masalah struktural hanya bisa diselesaikan secara struktural pula. Itulah mengapa, masalah yang bermula dari kebijakan rasialis pemerintah federal akhirnya diselesaikan juga melalui agensi federal. Sayangnya, kesadaran untuk ini seringkali datang terlambat.
Pada akhirnya, epos 206 menit Scorsese yang menghabiskan biaya produksi nyaris Rp3,2 triliun itu adalah sebuah pengingat bahwa manusia bisa menjadi sangat menjijikkan di hadapan iming-iming uang dan harta. Namun, di sisi yang lain, akan selalu ada orang-orang yang menolak menyerah meski kehidupan tak pernah berpihak kepada mereka.
Penulis: Yoga
Editor: Elin
Ilustrator: Salsa
I really like reading through a post that can make men and women think. Also, thank you for allowing me to comment!
I enjoyed it just as much as you will be able to accomplish here. You should be apprehensive about providing the following, but the sketch is lovely and the writing is stylish; yet, you should definitely return back as you will be doing this walk so frequently.