Kedatangan Pengungsi Rohingya, Indonesia Terjepit Dilema

by | Dec 11, 2023

Internasional | Politik | Rohingya

FOMOMEDIA – Kedatangan pengungsi Rohingya ke Indonesia dalam skala besar dan waktu singkat menuai beragam respons. Ada kepentingan tertentu yang menunggangi isu ini?

Hingga 10 Desember 2023 kemarin, sembilan gelombang pengungsi Rohingya asal Myanmar telah datang ke Indonesia. Gelombang pertama mendarat pada 14 November 2023 di pesisir Raya Desa Blang Raya, Kecamatan Muara Tiga, Kabupaten Pidie, Aceh. 

Gelombang-gelombang yang menyusul berikutnya juga menepi di Provinsi Aceh, tersebar di Kota Sabang, Pidie, Aceh Besar, dan Lhokseumawe.

Gelombang pertama sedikitnya membawa 196 pengungsi etnis Rohingya. Setelah sembilan gelombang tiba, total pengungsi Rohingya mencapai sekira 1.600 orang.

Kedatangan pengungsi besar-besaran dlaam waktu singkat tersebut menuai beragam respons. Sebagian kalangan ingin Pemerintah Indonesia menampung mereka atas nama kemanusiaan.

Namun, banyak pula kalangan yang menentang. Dikhawatirkan, para pengungsi akan menambah beban ekonomi dan menimbulkan konflik sosial bagi masyarakat setempat.

Mengungsi karena Serangan Militer

Etnis Rohingya merupakan kelompok rentan di negara asalnya karena dianggap penghuni ilegal. Pasalnya, sejak 1982, Pemerintah Myanmar resmi tidak mengakui mereka sebagai warga negara.

Rohingya kian mendapat diskriminasi seiring menguatnya pengaruh kelompok nasionalis Budha di Myanmar. PBB bahkan sampai menyatakan bahwa etnis Rohingya merupakan salah satu kelompok minoritas paling terpersekusi di dunia.

Sejak Agustus 2017, militer Myanmar melakukan serangan skala besar ke Negara Bagian Rakhine, Myanmar, yang ditinggali mayoritas etnis Rohingya. Aksi kekerasan oleh pihak militer memaksa para penduduk di sana melakukan eksodus.

Sekira 700.000 orang segera melarikan diri ke negara tetangga terdekat, Bangladesh. Setelahnya, pengungsian berlanjut hingga kini. 

Mencari Suaka di Banyak Negara

Menurut perkiraan Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), hingga pertengahan 2023, sekira 1,29 juta jiwa pengungsi dari Myanmar tersebar di sejumlah negara. Sekira 1,1 juta atau 84,4 persen di antaranya merupakan etnis Rohingya. 

Masyarakat yang terusir itu mencari suaka ke berbagai negara. Kini 74,6 persen atau 967.842 jiwa pengungsi menempati Bangladesh; 12,2 persen mengungsi di Malaysia; 7 persen di Thailand; dan 6,1 persen di India.

Indonesia tak luput menjadi salah satu tujuan para pengungsi, kendati hanya 0,1 persen dari total pengungsi yang datang ke negeri ini. Masalahnya, angka 0,1 persen tersebut setara 1.600 jiwa.

Dilema Sejak Lama

Ini bukan kali pertama Indonesia terjepit dalam dilema “menerima” atau “menolak” pengungsi Rohingya. Isu ini sudah menjadi beban pikiran Pemerintah Indonesia selama 6 tahun, sejak Pemerintah Myanmar memulai aksi militer pada 2017.

Namun baik dulu maupun sekarang, isu ini tetap menuai pendapat bertentangan. Di satu sisi, ada pihak yang ingin Pemerintah Indonesia menerima para pengungsi. Terlebih, ada hukum yang akan mendukung keputusan itu, yakni Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.

Kendati demikian, Kementerian Luar Negeri menuturkan, Indonesia secara aturan tidak memiliki kewajiban untuk menampung para pengungsi. Ia juga menyebut, kebijakan Indonesia tentang menampung pengungsi kerap disalahgunakan.

Keputusan menerima pengungsi banyak ditentang oleh sejumlah daerah di Aceh. Menurut laporan Kompas.id, masyarakat setempat menganggap para pengungsi Rohingya yang telah ditampung menunjukkan perilaku kurang baik dan baur dari kamp pengungsian.

Menurut CNBC, warga Aceh menilai para pengungsi tidak menjaga kebersihan hingga daerah itu tak lagi memiliki tempat penampungan.

Ditunggangi Berbagai Pihak

Merespons pro kontra kedatangan pengungsi Rohingya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) buka suara melalui video singkat. “Bantuan kemanusiaan sementara kepada pengungsi akan diberikan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat lokal,” 

Jokowi bahkan menduga, arus kedatangan pengungsi Rohingya dimanfaatkan oleh jaringan perdagangan orang.

“Terdapat dugaan kuat ada jaringan tindak pidana perdagangan orang dalam arus pengungsian ini,” kata Jokowi, dikutip CNN Indonesia.

Selain itu, polemik Rohingya juga memicu konflik di media sosial. Akhir pekan lalu, misalnya, sempat muncul postingan dari akun UNHCR palsu yang intinya menginginkan agar pengungsi Rohingya diterima, bahkan kalau bisa secara permanen, di Indonesia.

Sontak, konten dari akun-akun bodong itu memicu kemarahan dari netizen yang miskin literasi, miskin akal sehat, dan miskin simpati. Sampai-sampai, UNHCR sendiri harus menerbitkan pernyataan resmi bahwa akun-akun tadi sudah menebar hoaks.

Perdebatan pun hingga kini masih berlangsung panas. Dari situ, pemilik akun X @bandacatturas mencuit bahwa isu ini digiring ke tiga arah.

Pertama, untuk menciptakan konflik horizontal sesama muslim. Kedua, untuk menguatkan narasi ultranasionalis dengan melalui konten-konten yang cenderung rasis. Ketiga, untuk black campaign. Misalnya, membuat hoaks tentang kandidat tertentu menyatakan sikap yang kontroversial.

Dengan begitu, berhati-hatilah dalam mencerna informasi yang ada di media sosial mengenai Rohingya, maupun isu-isu lain.

Penulis: Ageng

Editor: Yoga

Ilustrator: Vito

BAGIKAN :

ARTIKEL LAINNYA

KOMENTAR

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

[…] pengungsi Rohingya di Aceh semakin mengenaskan. Sejak pertama kali mendarat pada 14 November 2023, pengungsi dari Myanmar ini […]

[…] Myanmar akhirnya dinobatkan sebagai negara produsen opium terbesar sejagat 2023. Myanmar dianggap telah mengalahkan Afganistan dan Kolombia dalam mengedarkan barang haram itu. […]