FOMOMEDIA – Sebagai digital native, generasi z kerap disebut memiliki berbagai keunggulan dibanding generasi-generasi sebelumnya. Di dunia yang serba digital, latar belakang generasi z memang memberi mereka keuntungan tersendiri.
Hal itu bisa terjadi lantaran generasi yang lahir dari 1997 hingga 2012 ini tumbuh dan besar di saat dunia mengalami revolusi teknologi—khususnya digital. Sehingga, mereka pun seolah punya dua kehidupan di dunia ini, yakni kehidupan di dunia nyata dan dunia maya alias media sosial.
Sesuai data survei di Amerika Serikat pada 2022 generasi z di media sosial begitu eksis. Hampir di setiap media sosial mereka ada. Sekitar 88 persen generasi z menggunakan YouTube, 76 persen berada di Instagram, TikTok menjadi dipakai sebanyak 68 persen. Selanjutnya, Snapchat 67%, Facebook 49%, kemudian Twitter 47%.
Sedangkan, menurut TikTok For Business, “41 persen pengguna TikTok dari generasi z secara global mengatakan bahwa mereka menjadi jarang mendengarkan podcast sejak mulai menggunakan TikTok.” Dan riset terbaru menyebut Google tidak lagi menjadi mesin pencari oleh generasi z, melainkan platform TikTok.
Artinya, dari data-data di atas, generasi z memang menghabiskan banyak sekali waktu di media sosial. Mau tahu keberadaan mereka, ya, datangi saja media sosial. Media sosial bagi generasi z tidak cuma untuk membangun jejaring atau komunikasi dengan teman, tetapi juga sebagai aktualisasi diri, menjalani passion, sampai melakukan berbagai hal yang menghasilkan uang.
Mereka berani mengambil sikap untuk keluar dari perusahaan konvensional, kemudian membangun karier sendiri di dunia konten kreatif.
Dalam laporan Instagram’s Trend Report 2023, diketahui bahwa kebanyakan generasi z memilih kreator konten sebagai profesi sampingan mereka. Dan tak sedikit anak muda di Amerika ingin menjadi vlogger atau youtuber daripada berkarier di perusahaan industri.
Hal itu juga terjadi di Indonesia. Pada perayaan Hari Anak Nasional (HAN) 2017 di Pekanbaru, Riau, seorang anak menyampaikan cita-citanya jadi youtuber di hadapan Presiden Joko Widodo. Hal serupa juga terjadi di Britania Raya, di mana vlogger gim menjadi salah satu empat profesi populer yang diidam-idamkan oleh anak muda.
Media sosial membentuk keaktifan generasi z, lalu dari keaktifan itulah mereka menjelma menjadi generasi kreatif. Ini sejalan dengan laporan The Harris Poll pada 2020 yang menyebut bahwa generasi z memiliki kreativitas lebih dibandingkan generasi sebelumnya.
Menurut Adobe, “Dibanding generasi lainnya, gen z lebih mungkin menyebut diri mereka lebih kreatif khususnya berkat keberadaan media sosial dan aktivisme sosial.”
Walaupun begitu, generasi z tidak mau media sosial mengganggu kesehatan mental mereka. Mereka meyakini, mengambil jarak dari media sosial membantu menghargai kehidupan mereka lebih banyak.
Dari laporan The Harris Poll tersebut, sekitar 81% responden remaja mengatakan kesehatan mental adalah isu signifikan untuk anak-anak muda di Amerika Serikat.
Baca Juga: Generasi Sandwich: Terjepit di Tengah Tanggungan Hidup Keluarga
***
Redaksi FomoMedia mewawancarai tiga orang dari generasi z. Apakah generasi mereka merasa lebih kreatif ketimbang generasi lainnya? Atau bisa jadi, hal tersebut hanyalah label untuk anak muda dari generasi yang lebih tua sehingga bisa mengikuti kemauan perusahaan di mana tempat mereka kerja? Dan bagaimana tanggapan mereka jika mendengar pernyataan “anak zaman sekarang payah-payah”?
IN (Perempuan/25 tahun)
Gak tahu juga, ya, kalau generasi kami disebut demikian. Tapi, di tempat kerja, aku gak pernah takut nyampein ide ke atasan. Menurutku, itu wajar dalam bekerja.
Aku percaya relasi pemimpin dan anggotanya gak cuma satu, tapi dua arah. Pemimpin mesti mau menerima saran dari bawahannya, begitu pun sebaliknya. Karyawan gak cuma iya-iya aja ketika disuruh. Yang kayak gitu itu bisa disebut kreatif, gak?
Kalau masalah label generasi kami disebut payah, itu sih stereotip dan kayaknya ucapan itu selalu ada di mulut orang tua. Kami gak malas, kok. Kami kerja, ya, kerja sebagaimana mestinya.
Kalau kami disebut “payah” hanya karena mementingkan diri sendiri, itu lain hal. Kami totalitas bekerja tapi gak lupa dengan kesehatan mental dengan cara healing. Wajar lah, ya, kalau kami sesekali liburan. Kalau kerja terus, apa gak malah stres? Ha ha ha.
NL (Perempuan/19 tahun)
Aku, sih, setuju kalau generasi Z dibilang paling kreatif. Soalnya, kami banyak belajar dari media sosial dan internet. Cara kami belajar gak kayak orang tua kami. Misalnya, buat belajar bahasa Inggris, kami gak perlu belajar di tempat kursus, cukup dari YouTube atau nonton film.
Jadi, kalau disebut generasi kami “si paling kreatif”, mungkin saja iya dengan dukungan perangkat tersebut.
Dan, ucapan orang tua seperti itu, duh, kebawa dari usia kayaknya. Merasa paling hebat, gak mau kalah sama yang muda. Tapi, yang pasti para orang tua itu gak seperti kami yang merasakan teknologi canggih dari kami masih kecil. Kami kerja gak perlu ke kantor, sehingga memungkin kami kerja di perusahaan Singapura tanpa harus stay di sana. Beda zaman sih, ya. Beda pemikiran juga.
MS (Laki-laki/21 tahun)
Setiap generasi punya kreativitas masing-masing. Jika saat ini kami disebut generasi kreatif, menurutku, karena mungkin banyak aktif di media sosial. Dan juga, kan, industri kreatif selalu akan memakai tenaga yang lebih muda.
Jadi, kami yang dicari daripada generasi yang lebih tua. Standar kreatif tuh yang mesti jelas dulu. Kalau kami aktif di media sosial, kemudian disebut kreatif, yah, bisa jadi. Soalnya, kami emang banyak di sana.
Ucapan “anak zaman sekarang payah-payah” itu gak usah didengar. Gitu aja. Itu menghambat kreativitas. Hahaha.
Penulis: Safar
Editor: Irwan
Visual: Vito
[…] Baca juga: Generasi Z: Si Paling Kreatif? […]