FOMOMEDIA – Urusan hati dengan lawan jenis emang gak gampang. Pengennya cuma temenan, tapi malah baper. Tapi mungkin gak ya cowok cewek sahabatan?
Milenial dan sebagian generasi z mestinya masih ingat betul ketika platform guyonan asal Hong Kong, 9GAG, merajai dunia maya pada awal dekade 2010-an. Boleh dikatakan, pada masa itulah kultur meme lahir dan, dari sekian banyak meme yang lahir, salah satu topik yang terpopuler adalah soal friendzone.
Gampangnya, friendzone adalah situasi ketika seseorang cuma dianggap teman atau sahabat oleh gebetannya. Lewat 9GAG, istilah ini jadi begitu populer, tak cuma di jagat maya, melainkan juga di dunia nyata. Padahal, istilah friendzone sendiri sudah lahir hampir dua dekade sebelum ia masyhur di 9GAG.
Tahunnya adalah 1994 ketika istilah friendzone dicetuskan oleh karakter serial televisi Friends, Joey Tribbiani. Dalam episode bertajuk The One with the Blackout, Joey mengolok-olok kawannya, Ross Geller, yang cinta mati dengan teman perempuan mereka, Rachel Green. Ross sudah naksir Rachel sejak di bangku SMA tetapi sampai dewasa pun mereka belum pernah jadian. Itulah mengapa, Joey menyebut Ross sebagai “mayor of the friend zone”.
Dari sejarahnya, kita bisa menyimpulkan bahwa friendzone memang sebuah istilah untuk mengejek. Lebih tepatnya, mengejek laki-laki yang gagal memacari perempuan idamannya. Mereka yang “terjebak” dalam friendzone dicap payah dan patut dikasihani. Setidaknya, begitulah menurut Friends dan postingan-postingan yang ada di 9GAG.
Tapi, memangnya betul seperti itu? Benarkah mereka yang “terjebak” dalam friendzone, entah laki-laki maupun perempuan, patut dikasihani?
Well… Mungkin awalnya bisa jadi begitu. Ya, namanya juga cinta bertepuk sebelah tangan. Akan tetapi, friendzone sebenarnya bukan tempat yang buruk. Justru, banyak manfaat yang bisa didapatkan dari sana. Howie Reith, penulis buku The Guyde yang juga pakar perkencanan, mengatakan bahwa ada setidaknya tujuh manfaat dari berada dalam friendzone.
Pertama, kita mendapatkan teman curhat. Kedua, mereka bisa membantu kita tampil lebih modis. Ketiga, bisa jadi mereka punya teman yang bisa dikenalkan pada kita. Keempat, kita bisa terlihat lebih menarik ketika dilihat orang sedang bersama mereka di tempat umum.
Kemudian, kita bisa mendapat perspektif dari lawan jenis dengan mudah. Lalu, kita bisa tahu apa yang mereka cari, sehingga kalau kita ingin mencari pacar seperti mereka, kita sudah tahu apa yang harus dilakukan. Dan terakhir, tidak ada salahnya juga kalau kita meminta tips kencan dari mereka.
Tapi, mungkinkah gak sih cowok cewek sahabatan?
Ternyata, menurut penelitian University of Wisconsin-Eau Claire, Amerika Serikat, pertemanan platonik (tanpa ada perasaan romantis) antara laki-laki dan perempuan itu mungkin saja terjadi. Akan tetapi, memang ada kecenderungan bagi laki-laki untuk lebih baper.
Riset itu menyebutkan, laki-laki cenderung lebih tertarik kepada kawan perempuan mereka. Laki-laki juga punya kecenderungan untuk berpikir bahwa kawan perempuannya bakal tertarik pada mereka. Tak sampai di situ, laki-laki juga cenderung lebih sering merasa kegantengan di hadapan kawan perempuan mereka.
Celakanya, laki-laki seringkali merasa bahwa apa yang mereka rasakan kepada kawan perempuan mereka itu beresiprokasi. Mereka mengira, ketika mereka “ada rasa”, kawan perempuan mereka juga merasakan hal serupa. Padahal, perempuan sendiri biasanya tidak tertarik dengan kawan laki-lakinya dan, di saat bersamaan, mereka merasa bahwa teman laki-laki itu juga tidak tertarik pada mereka.
Berangkat dari situ, laki-laki pada akhirnya jadi lebih berani melakukan sesuatu untuk meng-upgrade status dari teman menjadi pacar. Situasi ini makin mungkin terjadi ketika si laki-laki maupun si perempuan sama-sama single. Namun, karena perempuan memang cenderung tidak tertarik pada kawan laki-lakinya, yang sering terjadi adalah si laki-laki tadi mengalami penolakan.
Hal ini pernah terjadi pada Arhan (bukan nama sebenarnya), seorang laki-laki yang tinggal di Jakarta. Kepada FomoMedia, Arhan mengaku bahwa dia bersahabat dengan seorang perempuan bernama Zahra (bukan nama sebenarnya) yang dulu pernah ditaksirnya.
“Kita kenal udah lama. Udah sepuluh tahun lebih lah. Dulu kita sekampus dan main di circle yang sama,” tutur Arhan (33).
Arhan mengaku, perkenalan dia dengan Zahra dimulai dari akal-akalan kawan mereka untuk menjodohkan mereka berdua. “Temen gue itu pacaran sama temennya si Zahra. Terus mereka inisiatif, gimana kalau gue sama si Zahra pacaran. Awalnya gitu. Cuman, waktu itu sebenernya gue sama Zahra sama-sama punya pacar, hahaha,” kenangnya.
Baik Arhan maupun Zahra sadar bahwa, waktu itu, hubungan mereka memang tidak bisa di-upgrade dari teman menjadi pacar. Namun, karena keduanya berada dalam satu lingkaran pertemanan, intensitas pertemuan pun makin tinggi. Bersahabat pun pada akhirnya jadi jalan tengah.
Arhan sendiri akhirnya putus dengan pacarnya tersebut. Di sisi lain, hubungan Zahra dengan kekasihnya pun tidak melulu berjalan mulus. “Nah, pada titik inilah gue mikir, kenapa gak sama gue aja si Zahra? Gue nyaman sama dia, dia nyaman sama gue. Gue pikir, ya, apa yang gue rasain sama kayak apa yang dia rasain,” tutur Arhan.
Arhan pun mulai memberikan perhatian lebih kepada Zahra. Teman-teman mereka juga menyadari kalau perlakuan Arhan terhadap Zahra memang berbeda. “Teman-teman dia pada bilang, ‘Ah, Arhan mah kalau sama Zahra apa-apa diiyain.’ Sampai segitunya, sih, emang. Waktu itu rasa gue ke dia emang kayak gitu,” ujarnya.
Namun, seiring berjalannya waktu, Arhan menyadari bahwa Zahra tidak akan pernah meninggalkan kekasihnya. Bahkan, Zahra kini sudah menikah dengan kekasihnya itu dan telah memiliki buah hati. Lama kelamaan, Arhan juga merasa nyaman dengan apa yang dia miliki bersama Zahra.
“Gimana, ya? Makin lama kan gue makin tahu busuk-busuknya dia juga, hahahaha. Makin lama gue juga nyadar kalau gue gak mau pacaran, apalagi nikah, sama Zahra. Kayak gini udah paling enak, sih. Mau ngapain lebih enak, mau ngomong apa juga lebih lepas. Dan sekarang, bisa dibilang, ya, dia orang yang paling ngerti gue dan gue yang paling ngerti dia,” tutup Arhan.
Rupanya, skenario cowok cewek sahabatan bukannya cuma terjadi pada laki-laki. Perempuan pun mengalami hal itu meskipun jauh lebih jarang. Kepada Men’s Health, seorang perempuan asal New York bernama Jen mengaku pernah naksir terhadap kawan laki-lakinya tetapi kemudian ditolak.
Awalnya, Jen mengaku sedih. Akan tetapi, lambat laun, dia menyadari bahwa kawan laki-lakinya itu memang lebih cocok dijadikan teman. Dia, khususnya, sangat menghargai pendapat dari perspektif laki-laki yang ditawarkan kawannya tersebut. Jen juga pada akhirnya sadar kalau kawan laki-lakinya itu “orangnya ribet” dan dia malas juga berpacaran dengan orang seperti itu.
Nah, jadi gimana, nih, menurut kalian? Mungkin gak, sih, cowok cewek sahabatan? Sahabatan loh ya, bukan FWB-an!
Baca juga: Kamu Jomblo? Ini 5 Cara Berkencan dengan Diri Sendiri
Penulis: Yoga
Editor: Irwan
Visual: Vito
Your article helped me a lot, is there any more related content? Thanks!
Thank you for your sharing. I am worried that I lack creative ideas. It is your article that makes me full of hope. Thank you. But, I have a question, can you help me?
Thank you very much for sharing, I learned a lot from your article. Very cool. Thanks. nimabi