FOMOMEDIA – blink-182 kembali dengan formasi terbaiknya dan menjadi headliner di Coachella. Namun, apakah mereka cukup dikenal oleh generasi z?
Lamat-lamat, pertanda bahwa formasi terbaik blink-182 bakal bereuni terlihat pada April 2021. Ketika itu, sang pembetot bas, Mark Hoppus dikabarkan menderita kanker limfa (limfoma). Seketika, tembok tak kasatmata yang memisahkan blink-182 dengan mantan gitaris mereka, Tom DeLonge, runtuh.
Perjalanan blink-182 dalam dua dekade terakhir memang didominasi oleh pasang-surutnya hubungan Hoppus dan DeLonge. Padahal, bersama penabuh drum Scott Raynor, mereka berdua adalah pendiri band asal San Diego, California, tersebut.
Popularitas blink-182 meroket tajam setelah merilis Enema of the State pada 1999 sekaligus membawa pop-punk kepada kesuksesan arus utama. Mereka bahkan ikut tampil sebagai kameo dalam film populer American Pie (2001). Namun, tak lama setelah itu, hubungan Hoppus dan DeLonge renggang.
Setelah melepas album Self-Titled (2003) ke pasaran, blink-182 mulai dilanda isu perpecahan dan hal itu semakin kentara manakala mereka mengeluarkan album Greatest Hits pada 2005. Banyak orang bertanya-tanya waktu itu, “Apakah ini akhir dari blink-182?”
Pada 2006, jawaban dari pertanyaan itu muncul ketika DeLonge meluncurkan album dengan band barunya, Angels and Airwaves, yang terdengar sangat berbeda secara musikal dari blink-182. Apa yang dilakukan DeLonge itu kemudian “dibalas” oleh Hoppus dan Barker dengan merilis album bersama band +44.
Praktis, selama paruh kedua dekade 2000-an, fans blink-182 sama sekali tidak mendapat asupan musik-musik baru dari band kesayangan mereka itu. Sampai akhirnya, pada 2011, tiba-tiba saja blink-182 bereuni dan merilis album Neighborhoods.
Meski demikian, terlihat cukup jelas bahwa hati DeLonge memang sudah tidak berada di blink-182. Penampilan-penampilan live-nya terdengar payah dan, pada 2015, akhirnya terkuak bahwa DeLonge memang ogah-ogahan tampil bersama band yang membesarkan namanya tersebut.
Fokus DeLonge saat itu betul-betul tersita untuk Angels and Airwaves dan perusahaan miliknya, To The Stars Academy, yang sampai memiliki kontrak dengan Departemen Pertahanan Amerika Serikat untuk penelitian unexplained aerial phenomenon (UAP) alias pesawat alien.
Karena itulah DeLonge kemudian didepak dan, tak lama kemudian, posisinya digantikan oleh vokalis/gitaris Alkaline Trio, Matt Skiba. Dengan formasi Hoppus, Barker, dan Skiba, blink-182 membuat comeback dengan album California yang dirilis pada 2016.
Sukses yang Tak Bertahan Lama
California sebetulnya cukup sukses. Bahkan, satu nominasi Grammy berhasil disabet oleh blink-182; sesuatu yang cukup absurd untuk dibayangkan ketika band ini berada di puncak kesuksesan pada awal 2000-an. Namun, album kedua blink-182 bersama Skiba, Nine, yang dirilis pada 2019 tidak mendapatkan sambutan yang sama.
Di California, keputusan blink-182 untuk menggunakan formula lama memang berhasil. Akan tetapi, ketika itu diulangi di Nine, tak sedikit yang menilai blink-182 sudah kehilangan sentuhan. Bukti nyatanya, lagu-lagu di Nine tak didengarkan sebanyak lagu-lagu dari album lain.
Dari situ, masa depan blink-182 mulai dipertanyakan. Apalagi, para personelnya tampak sibuk dengan proyek mereka sendiri-sendiri. Skiba merilis album bersama Alkaline Trio, Barker banyak berkolaborasi dengan artis-artis muda, sementara Hoppus, selain harus melawan kanker, juga sibuk dengan kolaborasi bersama banyak artis lain.
Namun, pada masa itulah reuni formasi terbaik blink-182 mulai dirancang. Kabar sakitnya Hoppus membuat DeLonge luluh dan akhirnya sering menyambangi kediaman sahabatnya tersebut. Berbagai kabar mengenai kerapnya Hoppus dan DeLonge bertemu pun tak pelak membuat masa depan Skiba dispekulasikan.
Dalam suatu kesempatan di Juli 2022, Skiba terang-terangan mengaku tak tahu-menahu soal masa depannya bersama blink-182. “Kalian tidak tahu, aku juga tidak tahu. Tapi, terlepas dari itu semua, aku merasa sangat bangga dan bersyukur atas waktuku di blink-182. Kita lihat saja nanti,” tulis Skiba ketika ditanya seorang penggemar soal statusnya di blink-182.
Sampai akhirnya, pada Oktober 2022, blink-182 pun mengumumkan bahwa DeLonge akan kembali memperkuat line-up band. Tak cuma itu, mereka juga siap merilis album baru yang dimulai dengan single bertajuk “EDGING” dan bakal menjalani tur dunia.
Penampil Utama di Coachella
Kabar kembalinya DeLonge ke blink-182 itu sekaligus menjadi akhir dari masa keanggotaan Skiba. Reuni ini pun memberi angin segar bagi blink-182. Pemberitaan tentang mereka secara masif muncul di mana-mana. Mereka pun diundang untuk mengikuti berbagai festival, dengan penampilan di Coachella 2023 sebagai puncaknya.
Saat ini, Coachella adalah salah satu festival musik terbesar di dunia. Pamornya, barangkali, hanya bisa disamai oleh Glastonbury. Bahwa blink-182 bisa menjadi headliner di Coachella, dua puluh tahun setelah masa kejayaannya lewat, menjadi pertanda bahwa band ini bisa menjadi lebih besar dari sebelumnya.
Pasalnya, Coachella sendiri bukan festival yang memfokuskan diri pada genre musik tertentu seperti Riot Fest yang mengedepankan punk atau Hammersonic yang merupakan festival metal. Di Coachella, artis-artis terpopuler dari semua genre berkumpul menjadi satu untuk menghibur penggemar yang berasal dari bermacam-macam kalangan.
Dengan begitu, bisa dikatakan bahwa blink-182 sudah bukan lagi band yang terkungkung pada satu (sub)genre. Popularitas mereka sudah jauh melewati genre yang membesarkan nama mereka dan di sini sosok Barker menjadi kuncinya.
Travis Barker sang Pesohor
Dalam beberapa tahun terakhir, Barker banyak berkolaborasi dengan artis-artis pendatang baru yang popularitasnya cepat melejit seperti YUNGBLUD, Willow, dan Kenny Hoopla. Tak cuma itu, mantan drummer The Aquabats itu juga melakukan kolaborasi lintas genre, terutama dengan para musisi hip-hop. Namun, barangkali, yang membuat Barker begitu populer adalah pernikahannya dengan Kourtney Kardashian pada 2022.
Dengan berbagai kolaborasinya tadi saja, Barker berhasil menggaet pendengar-pendengar baru yang sebelumnya tidak terlalu familiar dengan pop-punk. Sudah begitu, pernikahannya dengan Kourtney Kardashian pun membuat ayah dua anak tersebut makin kerap muncul dalam berita-berita hiburan. Alhasil, pamor blink-182 juga ikut terkerek.
Keberhasilan blink-182 manggung sebagai headliner di Coachella tadi sebetulnya sedikit berbau keberuntungan. Band yang sudah merilis delapan album studio tersebut memang sudah sejak awal dijadwalkan tampil di Coachella. Namun, awalnya mereka cuma dijadwalkan tampil sekali dan bukan sebagai headliner.
Cedera yang dialami Frank Ocean—yang mestinya jadi headliner Weekend 2—membuat blink-182 ketiban durian runtuh. Mereka akhirnya mendapat jatah sebagai headliner sekaligus mencuri perhatian dunia musik. Penampilan di Coachella itu pun dilanjutkan blink-182 dengan memulai tur dunia yang bakal berlangsung sampai tahun depan.
Kembalinya blink-182 ini berbeda dengan kembalinya mereka pada 2011. Ketika itu, pemberitaan soal reuni band ini tidak begitu ramai karena, bisa dikatakan, blink-182 melakukan comeback di era yang salah. Waktu itu, popularitas pop-punk sedang mengalami penurunan seiring meredupnya popularitas band-band seperti Fall Out Boy, All Time Low, dan Panic! at the Disco.
Kenalkah Gen Z dengan blink-182?
Kini blink-182 kembali di waktu yang tepat. Sebab, setelah pandemi virus corona, pop-punk seperti lahir kembali dengan kemunculan banyak sekali artis pendatang baru seperti mereka yang berkolaborasi dengan Barker. Bahkan, penyanyi populer Olivia Rodrigo pun turut memopulerkan kembali pop-punk lewat beberapa lagunya di album SOUR (2021).
Kemunculan mereka itu membuat gen z terpapar dengan subgenre pop-punk. Namun, apakah mereka yang mendengarkan Willow, YUNGBLUD, dan Olivia Rodrigo juga familiar dengan blink-182 yang bisa dibilang merupakan sesepuh dari subgenre tersebut?
Dari survei yang dilakukan FomoMedia, bisa disimpulkan bahwa gen z Indonesia sebetulnya cukup akrab dengan blink-182. Mereka juga familiar dengan artis-artis baru seperti Olivia Rodrigo. Akan tetapi, tetap saja, mereka lebih mengenal blink-182 dibanding artis-artis baru tersebut.
Para gen z yang mengisi survei itu pun bersilang pendapat soal genre yang diusung Olivia Rodrigo cs. Ada yang mengatakan bahwa para artis itu memang memiliki lagu pop-punk. Namun, ada pula yang memilih label lain seperti alternatif untuk mengategorikan musik artis-artis tersebut. Kemudian, ada juga yang mengaku familiar dengan artis-artis itu tetapi tidak mendengarkan lagu-lagunya.
Respons berbeda didapatkan ketika yang menjadi subjek pertanyaan adalah blink-182. Semua responden bisa menjelaskan secara singkat apa yang mereka ketahui soal band tersebut. Mereka tahu nama-nama personel serta lagu-lagunya dan sebagian besar pun sadar bahwa belum lama ini blink-182 menjadi headliner di Coachella.
Meski demikian, para gen z itu sepakat bahwa blink-182 bukanlah nama terpopuler di generasi mereka. Sebab, menurut mereka, gen z memiliki preferensi musik yang berbeda, yaitu musik “jedag-jedug”, lagu-lagu pop mellow, serta r&b. Ada pula yang menyatakan bahwa format band kini tak lagi populer dan gen z cenderung menyukai solois dan juga grup vokal. Terakhir, fakta bahwa blink-182 sempat vakum pun disebut jadi alasan mengapa band ini tidak terlalu populer di kalangan gen z.
Terlepas dari itu, mereka yang memang menggemari blink-182 dan pop-punk mengaku bahwa, apabila band tersebut mengeluarkan album baru, mereka bakal mendengarkan lagu-lagunya. Dari sini, bisa disimpulkan bahwa blink-182 mungkin sudah tidak sepopuler dulu. Akan tetapi, mereka tetap memiliki banyak penggemar, bahkan di kalangan gen z sekalipun.
Penulis: Yoga
Editor: Irwan
Ilustrator: Vito
[…] DeLonge dari Blink-182 sempat dikira orang-orang akan membuat band tersebut bubar. Namun, pada 2009 ketiga personel bersatu lagi. Mereka pun memproduksi album dan merilis […]